Jatimraya.com, Surabaya – Pemerintah Kota Surabaya mengungkapkan PT Sasana Taruna Aneka Ria (Star) selaku pengelola Taman Remaja Surabaya (TRS) di Jalan Kusuma Bangsa, Tambaksari, Surabaya melakukan sejumlah pelanggaran sehingga pihaknya menyegel pada 31 Agustus 2018.
Kepala Bagian Hukum Pemerintah Kota Surabaya Ira Tursilowati di Surabaya, Kamis (6/9/2018), mengatakan bahwa pelanggaran pertama sebanyak 12 bangunan yang tidak sesuai dan tidak termasuk dalam bangunan yang diizinkan sesuai dengan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Nomor 188.45/1291-92/402.5.09/1993 pada tanggal 30 April 1993.
“Izin IMB saat itu ada 28 bangunan. Akan tetapi, setelah dilakukan survei terakhir, ada 40 bangunan. Nah, 12 bangunan ini yang tidak sesuai dengan IMB pada tahun 1993,” katanya.
Dalam pelanggaran ini, lanjut dia, Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (DCKTR) Surabaya sudah mengeluarkan sanksi administratif berupa peringatan tertulis kesatu atau surat peringatan kesatu (SP-1) pada tanggal 25 Juli 2018.
Selanjutnya, dikeluarkan lagi peringatan tertulis kedua atau Surat peringatan kedua (SP-2) pada 8 Agustus 2018, kemudian dikeluarkan kembali SP-3 pada 15 Agustus 2018.
“Pada saat penerbitan SP-1 sampai SP-3 itu, memang ada beberapa tanggapan dari PT Star dan ada surat jawaban pula dari DCKTR. Karena memang melakukan pelanggaran, maka akhirnya DCKTR mengeluarkan surat pembekuan IMB pada 23 Agustus 2018,” ujarnya.
Pelanggaran kedua, lanjut Ira, PT Star tidak melakukan pembaharuan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Dalam pelanggaran ini, lanjut dia, Dinas Tenaga Kerja Surabaya sudah mengirimkan surat pemberitahuan pada tanggal 25 Juli 2018 mengenai kewajiban pengusaha melakukan pembaharuan dan pendaftaran PKB.
“PT Star memang pernah mengajukan pendaftaran PKB ke Dinas Tenaga Kerja Surabaya. Akan tetapi, permohonannya ditolak karena belum memenuhi persyaratan dokumen TDP dan SIUP,” ujarnya.
Dalam menyikapi pelanggaran ini, Dinas Tenaga Kerja Surabaya meminta bantuan kepada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Pemprov Jatim untuk melakukan pemeriksaan terhadap PT Star. Hasilnya, ditemukan bahwa PT Star tidak membayar iuran BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan sejak November 2014.
“Selain itu, ditemukan pula bahwa PT Star tidak melakukan uji ulang atau pemeriksaan ulang secara berkala terhadap alat-alat kerja (wahana permainannya),” katanya.
Pelanggaran ketiga, PT Star ini menunggak pajak bumi dan bangunan (PBB) sehingga surat tagihan dan surat teguran sudah dilayangkan kepada PT Star. Bahkan, setelah ditelusuri, PT Star ini juga menunggak pajak parkir.
Pelanggaran keempat, PT Star ini tidak mengolah limbah B3 sehingga melanggar Pasal 59 Ayat (1), Ayat (3) UU No. 32/2009 juncto Pasal 3 Ayat (1) PP Nomor 101 Tahun 2014.
Selain itu, PT Star ini juga tidak memiliki bangunan TPS limbah B3. Hal ini melanggar Pasal 12 Ayat (1) PP Nomor 101 Tahun 2014. Bahkan, PT Star ini tidak memiliki izin penyimpanan sementara limbah B3, atau melanggar Pasal 12 Ayat (3) PP Nomor 101 Tahun 2014 jo. Pasal 5 Ayat (1) Huruf a Perwali Nomor 26 Tahun 2010.
“Dalam pelanggaran ini, Dinas Lingkungan Hidup sudah mengeluarkan teguran tertulis, pembekuan izin lingkungan dan terakhir pencabutan izin lingkungan pada tanggal 23 Agustus 2018,” kata Ira.
Semua Izinnya Gugur Menurut Ira, berdasarkan pendapat dari pakar, apabila izin lingkungan sudah dicabut, izin usaha menjadi tidak berlaku. Hal itu berdasarkan ketentuan UU 32 tahun 2009 tentang lingkungan hidup pasal 40.
“Jadi, pakar itu menemukan aturan bahwa pencabutan izin lingkungan yang dilakukan oleh DLH menjadi dasar untuk mencabut izin usaha sehingga gugur semua izinnya,” kata Ira.
Selain itu, PT Star melanggar Perwali No. 25/2014 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Usaha pariwisata. Salah satu bunyi dari perwali itu adalah setiap taman rekreasi harus memiliki luas 3 hektare, sedangkan PT Star hanya memiliki luas 1,6 hektare.
“Atas pelanggaran ini, Dinas Pariwisata sudah menerbitkan surat pemberitahuan, surat peringatan 1 dan 2, lalu surat pembekuan sementara tanda daftar usaha pariwisata (TDUP), hingga pembatalan TDUP,” katanya.
Dinas Pariwisata mengirimkan bantuan penertiban atau permohonan penegakan perda ke Satpol PP Surabaya pada tanggal 27 Agustus 2018.
Karena tidak mengelola limbah B3, Satpol PP pun mengirimkan surat pemberitahuan ke PT Star dan akhirnya melakukan penyegelan pada tanggal 31 Agustus 2018.
Sementara itu, Direktur Operasional PT Star Didik Harianto menilai penyegelan oleh Pemkot Surabaya itu secara sepihak. Padahal, TRS dimiliki oleh dua pemegang saham, yakni PT Far East Organization (FEO) yang memiliki saham sebesar 62,5 persen dan Pemkot Surabaya sebesar 37,5 persen.
“Melalui kuasa hukum, kami akan melakukan gugatan kepada Pemkot Surabaya terkait dengan penyegelan TRS,” ujarnya.
Menurut dia, PT Star ini adalah berbadan hukum seharusnya kedua pemilik saham duduk bersama untuk membahas bersama saat rapat umum pemegang saham (RUPS). Apalagi, kontrak TRS habis pada tahun 2026. (abd)