JATIMRAYA.COM, Dinamika kebijakan pupuk, kapasitas produksi dan stok di tingkat distributor, gudang atau kios pengecer bersubsidi, dan alternatif skema subsidi serta perlunya aplikasi pupuk berimbang bagi petani merupakan pokok-pokok permasalahan yang dibahas dalam Focused Group Discussion (FGD) “Ketersediaan Pupuk dan Produktivitas Pertanian” yang dilaksanakan lembaga riset kebijakan publik Nagara Institute, di Surabaya (08/02/2024).
“Tujuan FGD ini adalah menyerap masukan tentang permasalahan ketersediaan pupuk dan menyusun formulasi kebijakan untuk perbaikannya,” ujar Direktur Eksekutif Nagara Institute Akbar Faisal.
Akbar melanjutkan, isu pupuk menjadi sangat krusial karena beberapa alasan: selalu berulangnya kasus kelangkaan pupuk yang dikeluhkan petani, kenaikan harga pangan akhir-akhir ini terutama beras, dan perkembangan kondisi pertanian dan pangan global yang ditandai dengan gangguan produksi pangan, restriksi ekspor dari negara-negara penghasil pangan, serta subsidi pertanian terselubung negara-negara besar untuk melindungi petaninya.
FGD ini dihadiri pejabat pemerintah, pelaku pertanian dan industri penunjang pertanian, akademisi, serta komunitas yang relevan dengan isu pangan dan pertanian. Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Sarmuji, dan Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian Ali Jamil hadir sebagai perwakilan pemangku kepentingan dari sektor pemerintah.
Baca Juga:
Serikat Tani Soroti Penetapan Harga Gabah, Ketua DPD RI Minta Bapanas Libatkan Stakeholder
Pemerintah Sederhanakan Prosedur Petani yang Membutuhkan Pupuk Subsidi
Selain itu, mewakili kalangan pelaku usaha, akademisi, dan pengamat hadir Ketua DPD HKTI Provinsi Jawa Timur Ony Anwar, Senior Project Manager Advokasi Publik PT Pupuk Indonesia (Persero) Yana Nurahmad Haerudin, Dekan Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Profesor Mangku Purnomo, dan pengamatan pertanian Khudori.
Dalam konteks ekonomi politik Indonesia, isu ini juga telah mengemuka pada debat calon presiden Pemilu 2024 perdana pada 12 Desember 2023 lalu. Oleh karena itu, imbuh Akbar, pemerintahan baru yang akan terbentuk pada 2024 mendatang harus memberi solusi atas permasalahan distribusi pupuk untuk mendukung kedaulatan pangan dan menjamin pencapaian Indonesia Emas 2045.
Dalam diskusi ini mengemuka beberapa poin utama yang dapat menjadi masukan untuk upaya perbaikan, yakni perlunya peninjauan kembali skema alokasi subsidi pupuk yang sesuai dengan tujuan kebijakan dan perlunya perbaikan data calon penerima dan calon lokasi (CPCL) serta penyempurnaan sistem elektronik rencana definitif kebutuhan kelompok (e-RDKK).
Kemudian perlunya perbaikan atau eksplorasi pengembangan skema subsidi melalui alternatif kebijakan, peningkatan efisiensi, kapabilitas dan skala ekonomi dari partisipan rantai tata niaga pupuk, perbaikan ketentuan teknis alokasi produksi pupuk untuk menurunkan biaya distribusi dan penyimpanan dan akomodasi pemanfaatan pupuk organik atau majemuk dan pertanian berkelanjutan.
Selain itu, aspirasi bahwa kebijakan pupuk seharusnya tidak terpisah dari strategi besar penguatan pertanian dan kedaulatan pangan juga turut didiskusikan.
Baca Juga:
Siti Muatifah Berharap Program Pembangunan Infrastruktur DPUPR Bermanfaat, dan Berkelanjutan
Menko PMK Pratikno Kunjungi Museum La Galigo, Apresiasi Kekayaan Sejarah Sulawesi Selatan
Menko PMK Pratikno Dorong Mitigasi Proaktif dan Perubahan Pola Pikir untuk Cegah Bencana
“Diperlukan komitmen lebih dari pemerintah dalam menjaga dan meningkatkan kedaulatan pangan melalui penguatan fundamental sektor dari sisi kesejahteraan pelaku usaha tani dan keadilan alokasi sumber daya publik. Karena itu, kebijakan subsidi pupuk juga harus diikuti oleh penguatan input pertanian pangan lainnya. Juga diperlukan penguatan dalam produksi obat-obatan, alat, mesin pertanian, dan menjamin ketersediaan benih unggul dan lahan yang produktif,” lebih lanjut Akbar menjelaskan.
Alokasi subsidi pupuk 2024 yang meningkat sebesar Rp 14 triliun merupakan momentum yang dapat dimanfaatkan berbagai pemangku kepentingan industri untuk meningkatkan ketahanan pangan nasional. Akbar juga menekankan bahwa sinkronisasi kebijakan pupuk pro-petani kecil yang tidak memberatkan keuangan negara maupun daerah merupakan hal yang perlu diperhatikan. Oleh karena itu perlunya, partisipasi aktif semua pemangku terlibat dalam meningkatkan ketahanan pangan.
Hasil kajian ini diharapkan akan menjadi masukan yang solutif dan implementatif bagi pemerintahan baru yang akan terpilih pada 2024 untuk meningkatkan kedaulatan pangan, kemandirian pangan, dan ketahanan pangan yang menjadi asas pangan nasional sesuai amanat UU Pangan No. 18 tahun 2012. (Andy Setiawan)***