JATIMRAYA.COM – Tahun 2026 menandai kelanjutan fase penting transformasi industri media yang telah dimulai sejak 2025. Perkembangan teknologi informasi berbasis digital yang melaju secara eksponensial dinilai tidak lagi memberi ruang bagi perusahaan media untuk bersikap stagnan.
Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jawa Timur, H Lutfil Hakim, menegaskan bahwa media yang gagal beradaptasi dengan perubahan zaman akan semakin terpinggirkan dalam persaingan industri informasi.
“Transformasi bukan lagi pilihan, melainkan keharusan. Media yang tidak berubah akan kehilangan relevansi dan audiens,” ujar Lutfil, Selasa (30/12).
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Media Konvensional di Persimpangan Jalan
Menurut Lutfil, media konvensional kini berada di persimpangan jalan akibat perubahan perilaku konsumsi informasi masyarakat, disrupsi platform digital, serta pergeseran belanja iklan yang mengguncang fondasi model bisnis lama.
Perusahaan media yang tidak segera melakukan penyesuaian—baik dari sisi teknologi, strategi konten, maupun model bisnis—berisiko kehilangan kepercayaan publik dan pangsa pasar.
Meski begitu, Lutfil menekankan bahwa kualitas jurnalistik dan kredibilitas tetap menjadi aset terbesar industri pers yang tidak dapat digantikan oleh algoritma maupun kecerdasan buatan (AI).
Baca Juga:
Sidoarjo Kembali Gelar Perayaan Tahun Baru Terbuka Lewat “Malam Sidoarjo Bersama”
Sambut Tahun Baru 2026, Kapolresta Sidoarjo Ajak Warga Isi dengan Doa dan Ibadah
Polresta Sidoarjo Paparkan Capaian Kamtibmas 2025, Kasus Kejahatan Menurun
Kolaborasi dan Monetisasi Baru Jadi Kunci Bertahan
Di tengah dominasi platform digital global, kolaborasi ekosistem disebut sebagai strategi krusial untuk memperluas jangkauan audiens. Kerja sama antar-media, kolaborasi dengan kreator konten, hingga kemitraan lintas industri menjadi kebutuhan mendesak.
Selain itu, perusahaan pers dituntut mengembangkan strategi monetisasi baru. Ketergantungan pada iklan tradisional dinilai tidak lagi berkelanjutan.
Masa depan pendapatan media berada pada kombinasi: Iklan digital berbasis data, creator economy, commerce media, layanan langganan premium, dan produk konten bernilai tambah.
Baca Juga:
Pemerintah Sidoarjo Ambil Alih Perawatan Bayi dari Rutan
Emak-Emak Mutiara Regency Turun Aksi, Tembok Pembatas Selamat dari Pembongkaran
Jarang Disorot Publik, Eks Glencore Ini Kini Dijuluki Raja Nikel Indonesia
Audiens Bergerak, Media Harus Mengikuti
Pola konsumsi informasi audiens kini berubah secara fundamental. Masyarakat tidak lagi terpaku pada satu saluran, melainkan berpindah-pindah antar platform seperti TikTok, YouTube, Instagram, layanan streaming, komunitas niche, audio pendek, hingga podcast.
Kondisi ini menuntut media untuk hadir di seluruh ekosistem digital dan mendistribusikan konten secara strategis sesuai karakter tiap platform.
Media dan Peran Baru dalam Ekonomi Kreatif
Tak hanya memproduksi berita, perusahaan pers juga didorong mengambil peran aktif dalam industri ekonomi kreatif. Menjadi penyelenggara event berbasis massa—seperti olahraga, seminar, pameran, konferensi, dan festival—dinilai mampu membuka sumber pendapatan baru yang lebih stabil.
Langkah ini sekaligus memperkuat posisi media sebagai penggerak ekosistem informasi dan ekonomi.
Baca Juga:
Wakil Bupati Sidoarjo Serahkan Langsung Bantuan Kursi Roda kepada Warga Disabilitas di Tulangan
Jalan Kureksari–Kepuhkiriman Mulai Dibuka, Bupati Sidoarjo Pastikan Betonisasi Rampung
Setelah Lima Tahun Vakum, Sidoarjo Kembali Rayakan Tahun Baru Bersama Warga
Menjaga Jurnalistik di Tengah Disrupsi Digital
Lutfil menegaskan, sekuat apa pun transformasi bisnis yang dilakukan, tanggung jawab utama media tetap menjaga kualitas jurnalistik dan kepercayaan publik.
“Teknologi adalah alat, monetisasi adalah kebutuhan, tetapi kepercayaan publik adalah fondasi. Tanpa itu, tidak ada model bisnis yang bisa bertahan lama,” tegas Lutfil.















