Oleh: Tofan Mahdi
JATIMRAYA.COM, Ini bukan cerita di film. Atau sinetron. Ini kisah nyata. Terjadi di negeri yang katanya gemah ripah loh jinawi. Sebuah negara yang memiliki adab yang tinggi dan relijius. Tapi kisah seorang anak membunuh orang tuanya, tidak sekali terjadi. Di negeri ini, yang menjunjung tinggi adat ketimuran, kisah seorang anak yang lebih kejam dari Malin Kundang, terjadi berkali-kali.
Kisah yang di Tapos Depok, yang terbaru dua hari lalu (10/8/2023), mungkin peristiwa anak durhaka yang paling kejam, sadis, dan mengerikan yang pernah terjadi di negeri ini. Mungkin juga di dunia. Istri saya tidak kuat membaca beritanya. Ngeri sekali.
Seorang anak lelaki 23 tahun membunuh ibu kandungnya sendiri dengan tusukan senjata tajam 50 kali. Astaghfirullah (Aku memohon ampun kepada Allah). Naudzubillah min dzaalik(Kami/aku berlindung kepada Allah dari hal itu (merujuk pada hal yang buruk).
Saya tidak tahu siapa keluarga yang mengalami tragedi mengerikan ini. Apa latar belakangnya, bisnis keluarga atau apapun alasannya. Tetap akal sehat saya sebagai orang tua tidak nuthut (sampai) untuk memahami tragedi ini. Mungkin persoalan pribadi, masalah internal keluarga, tetapi jika peristiwa seorang anak sampai membunuh orang tua dan tidak sekali terjadi, mungkin ada yang salah dalam pranata sosial kita.
Jika dijlentrehkan, mungkin sudah puluhan kali terjadi. Belum lagi kasus homicide (pembunuhan) yang lain, mahasiswa sebuah PTN ternama membunuh adik kelasnya, pembunuhan driver taxi online, mungkin sudah terjadi ribuan kali. Mengerikan sekali ya hidup di negara ini.
Dulu di zaman belum ada internet dan informasi hanya tersebar melalui media konvensional, peristiwa seorang anak membunuh ibu kandungnya dengan 50 kali tusukan, akan jadi bahan obrolan berbulan-bulan. Masyarakat akan heboh.
Sekarang? Ketika informasi menjadi inflasi, parsial, sebagian besar informasi tersebar tanpa melalui kaidah jurnalistik yang benar, masyarakat sepertinya santai saja. Paling kaget
sebentar, kemudian ya hidup kembal normal. Yang penting tidak terjadi pada kita atau keluarga kita. Masyarakat semakin apatis. Dengan peristiwanya, juga dengan penegakan hukum atas sebuah peristiwa pidana. Lu-lu, gue-gue. Inikah wajah masyarakat kita sekarang? Wallahualam.
Baca Juga:
Menko Muhadjir: Peran KBPII Sangat Besar Bantu Pemerintah untuk Menjaga Kelas Menengah
Menko Muhadjir: Sangat Penting, Penanaman Nilai Pancasila Sejak Dini Untuk Masa Depan IKN
Menko PMK: Tugas Krusial Pemerintah Jaga Kelas Menengah Tidak Merosot ke Kemiskinan
Apakah negara bisa dimintai pertanggung jawaban atas kerentanan sosial dan agresivitas serta permisivitas atas berbagai bentuk kekerasan dalam masyarakat kita? Mungkin sulit. Tetapi pasti ada yang salah dalam struktur sosial masyarakat kita, walaupun mengurainya pasti akan sangat sulit.
Masalah kesenjangan ekonomi yang semakin melebar, tekanan hidup yang semakin berat, nilai-nilai agama yang tidak terinternalisasi dengan baik tetapi lebih sebagai simbol, pengaruh media sosial yang tak terkontrol dan tanpa batas, hukum yang ringan dan penegakan hukum yang tidak berpegang pada prinsip equality before the law, dan banyak lagi bisa menjadi pemicu munculnya berbagai persoalan dalam masyarakat kita seperti sekarang. Tapi kita tidak tahu dari mana dan bagaimana mengurainya.
Bentengnya ada pada keluarga. Struktur sosial terkecil kita. Mendidik atau berhadapan dengan anak-anak akhir zaman seperti sekarang tentu saja berbeda dengan mendidik generasi angkatan saya (kelahiran 1970-1980an). Sama sekali berbeda. Kita harus mendidik anak dalam lingkungan sosial yang sudah sangat berbeda.
Karena itu tidak kaget saat kita terbisa mendengar ungkapan-ungkapan insecure, mental healthy, random, dan lain-lain. Meski awalnya tidak paham konteks kosakata tersebut, sebagai orang tua yang mencoba memahami zaman, kita pelajari juga.
Baca Juga:
HUT Kunjung Perpustakaan Ke-29, Dinas Meriahkan Dengan Kegiatan Untuk Tingkatkan Literasi
Kemenko PMK Lakukan Monitoring dan Evaluasi Implemetasi Pelaksanaan RAN PIJAR di Kulon Progo
Agama apapun mengajarkan seorang anak agar patuh kepada kedua orang tuanya. Tetapi agama juga mendidik umatnya agar proporsional di mana seharusnya kita menempatkan anak dalam hati dan pikiran kita.
Kita sebagai orang tua harus tahu bahwa anak kita bukanlah anak kita, seperti Kahlil Gibran berkata. Anak-anak kita adalah anak zaman, amanah dari Tuhan. Kita hanya bisa berusaha memberikan pengasuhan dan pendidikan terbaik.
Menutup tulisan singkat ini, saya kutip sebuah ayat dalam Al Quran tentang anak.
“Hai orang-orang mukmin, sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. At-Taghabun [64]: 14)
Portal berita ini menerima konten video dengan durasi maksimal 30 detik (ukuran dan format video untuk plaftform Youtube atau Dailymotion) dengan teks narasi maksimal 15 paragraf. Kirim lewat WA Center: 085315557788.
Semoga anak-anak kita selalu menjadi penyejuk hati bagi kedua orang tuanya. (Andy Setiawan)***