JATIMRAYA.COM, Partai Buruh Jatim menggelar aksi orasi di depan Gedung Grahadi, Surabaya Pada hari Senin sore (20/11), atas pernyataan upah gaji para buruh di Jawa Timur masih dibawah 2 juta. Aksi demonstran mulai berkumpul pada pukul 13:30 dan memulai orasinya pada pukul 15:00 WIB.
Koordinasi Lapangan (Korlap) demonstran mengkritisi pemerintah atas aturan dalam PP 36 Nomor 18 tahun 2022 tentang penetapan upah minimum untuk tahun 2023. Mereka kecewa lantaran kenaikan upah tersebut hanya sementara waktu, atas hal tersebut para buruh merasa kecewa dan menuntut kembali.
“Tetapi kawan-kawan, Permenaker Nomor 18 ini hanya kita nikmati satu tahun saja,” kata Korlap buruh dengan pengeras suara.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Mengingat akan PP No. 51 tahun 2023 yang baru saja dirilis oleh Kemnaker pada 10 November, para buruh menyatakan ada beberapa rumusan yang didalamnya membuat kekecewaan bagi para buruh.
Para buruh menyatakan hal ini juga berhubungan dengan adanya visi Indonesia Emas pada tahun 2045 mendatang, yang apabila gaji buruh tidak dinaikkan maka langkah menuju visi tersebut dinyatakan mustahil.
Mereka menyatakan akan tetap menunggu perubahan hingga kenaikan upah buruh untuk meningkat yang menguntungkan bagi mereka.
Sementara itu, Nurhudin Hidayat selaku Wakil Sekretaris DPW MSN Jatim mengatakan bahwa rekan-rekannya ingin memastikan penetapan UMK di Jawa Timur tidak menggunakan PP No. 51 Tahun 2023 yang dinilai merugikan untuk kaum buruh.
Baca Juga:
Pilihan Saham Unggulan Masih Sangat Menarik Meski Pasar Tekanan
Raker PWI Tuban di Tawangmangu: Rumuskan Langkah Nyata Jaga Etika Pers
“Kami hanya ingin memastikan penetapan UMK di Jawa Timur ini tidak menggunakan formulasi PP 51 Tahun 2023. Ketika menggunakan formulasi itu sejatinya upah buruh tidak naik, justru akan tergerus dan terjadi inflasi,” kata Hidayat.
“Jika menggunakan formulasi itu juga membuktikan di tahun 2024 nanti hanya sebesar 6,45 % sedangkan untuk kota/kabupaten sebesar 2,56 %,” jelas Hidayat.
Hidayat juga menyatakan regulasi dari PP No 36 dan PP 51 Tahun 2023 membuat survey yang sebelumnya diadakan untuk penetapan upah buruh tidak berguna sama sekali.
“Tetapi pasca menggunakan formulasi, rumus sudah ada, parameter dari BPS, ya ngapain ada dalam pengupahan, lebih jauh lagi ngapain ditetapkan oleh Gubernur. Langsung saja pemerintah pusat yang menetapkan,” ujar Hidayat.
Baca Juga:
Desa Sangen Luncurkan Koperasi Desa Merah Putih untuk Perkuat Ketahanan Pangan dan Ekonomi Petani
BRI Surabaya Manukan Gelar Panen Hadiah Simpedes 2024: Nasabah Dapat Motor hingga Mobil
“Jadi sejatinya apabila upah buruh hanya sebesar 1 sampai 2% itu sejatinya tidak naik, tergerus inflasi sedangkan inflasi nasional itu yang tercatat kemarin meningkat 0,1%. Kenaikan upahnya lebih rendah daripada harga kebutuhan barang yang naik,” pungkas Hidayat. (Andy Setiawan)***