JATIMRAYA.COM, Pernyataan sikap yang dilakukan oleh persatuan aliansi mahasiswa pada Senin siang (16/10) di depan gedung DPRD Provinsi Jawa Timur berlangsung menggebu-gebu.
Aksi demonstrasi yang dilakukan mahasiswa baru-baru ini menyoroti penolakan keras mereka terhadap ketentuan mengenai pencalonan anggota legislatif sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, khususnya Pasal 240 ayat (1) yang mengatur pemilu khususnya pada usia calon legislatif.
Para mahasiswa demo menilai peraturan yang akan direvisi tersebut justru akan membentuk ‘Dinasti Politik’ yang berakar pada Presiden RI Jokowidodo sebab keturunannya menempati posisi politik strategis terutama Kaesang Pangarep sebagai ketum PSI yang baru.
Dinasti politik mengacu pada tren kandidat dari keluarga yang sama memasuki arena politik. Fenomena ini dapat dilihat sebagai suatu rezim atau garis keturunan kekuasaan politik yang berlangsung dari generasi ke generasi, dengan satu keluarga atau kerabat dekat yang mendominasi lanskap politik. Munculnya dinasti politik dapat dikaitkan dengan kuatnya minat terhadap politik dalam keluarga, sehingga menyebabkan perebutan kekuasaan secara terus menerus. Penting untuk dicatat bahwa orientasi dinasti politik ini sering kali berpusat pada perolehan dan mempertahankan kekuasaan.
Baca Juga:
Musda VI JRKI Jawa Timur, ketua DPRD Jatim Berhasil Bakar Semangat Peserta
Soal Gaza hingga Ukraina, Prabowo Subianto Laporan Kunker di Singapura ke Presiden Jokowi
Fenomena ini menimbulkan pertanyaan mengenai keadilan dan keberagaman dalam sistem politik, karena hal ini dapat membatasi peluang bagi suara-suara baru dan perspektif baru untuk memasuki arena politik.
Para demonstran menjelaskan bahaya dinasti politik terletak pada potensi penyalahgunaan kekuasaan dan berlanjutnya kendali satu keluarga terhadap pemerintahan. Ketika kekuasaan politik terkonsentrasi pada suatu keluarga tertentu, hal ini membatasi peluang bagi suara-suara baru dan segar untuk memasuki arena politik, sehingga menghambat proses demokrasi. Hal ini dapat mengakibatkan kurangnya keragaman ide dan perspektif, sehingga menghasilkan kebijakan yang mungkin tidak sepenuhnya mewakili kebutuhan dan aspirasi masyarakat luas.
Selain itu, dinasti politik dapat melahirkan korupsi dan nepotisme, karena anggota keluarga dapat menggunakan jabatan mereka untuk memperkaya diri sendiri dan kerabat mereka daripada melayani kepentingan publik. Hal ini dapat merusak kepercayaan terhadap pemerintah dan mengikis legitimasi lembaga-lembaga demokrasi. Oleh karena itu, diperlukan langkah-langkah untuk mengatasi bahaya yang ditimbulkan oleh dinasti politik dan memastikan sistem politik yang lebih inklusif dan akuntabel.
Mereka juga menyoroti konflik agraria pada era kepemimpinan Presiden Jokowi atas sikap represif dari pihak aparat yang selalu terjadi khususnya seperti masyarakat Rempang dan yang terbaru kali ini dk daerah Seruyan
Baca Juga:
TKDN Rumah Sakit Pusat Pertahanan Negara Panglima Besar Soedirman Mencapai 70 Persen
Pemerintah Sederhanakan Prosedur Petani yang Membutuhkan Pupuk Subsidi
Kontroversi belakangan ini seputar batasan usia calon presiden dan wakil presiden akhirnya terselesaikan melalui proses hukum. Hal ini bermula dari petisi yang diajukan Almas Tsaqibbirru, mahasiswa hukum Universitas Negeri Surakarta. Perkara bernomor 90/PUU-XXI/2023 itu telah dipertimbangkan secara matang oleh Pengadilan dan telah diambil keputusan.
Dalam amar putusannya, Mahkamah mengabulkan sebagian permohonan yang diajukan khusus mengenai Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang direvisi. Keputusan ini menandai tonggak penting dalam memperjelas persyaratan usia bagi mereka yang mencari posisi tertinggi di pemerintahan.
MK menyatakan keputusannya terkait batasan usia 40 tahun kebawah diperbolehkan untuk dijadikan sebagai calon legislatif dengan catatan sudah memiliki pengalaman jabatan. (Andy Setiawan)***