JATIMRAYA.COM – Soal Intimidasi Dua Puluh Delapan September Kemang (Sidudasek), Kriminolog Universitas Indonesia dan Pengamat Kepolisian, Prof. Adrianus Meliala, menegaskan kegiatan berdiskusi tidak perlu meminta izin (kepolisian).
“Tidak (Diskusi tidak wajib minta izin. Kecuali kepada pemilik lokasi yang ditempati),” tukas Prof. Adrianus Meliala merespon pertanyaan jurnalis via whatsapp, Selasa (1/10/2024).
Itu sekaligus membantah pernyataan Kapolsek Mampang, Kompol Edy Purwanto, yang mengatakan terjadinya anarkisme gerombolan preman, lantaran Diskusi Kebangsaan di Grand Kemang Sabtu pekan lalu itu tidak memiliki izin.
ADVERTISEMENT
Baca Juga:
Terbaik Beri Pelayanan Kesehatan, RSMZ Sampang Terima Penghargaan Indonesian Golden Best Awards 2025
KLH Segel Dua Pabrik di Banten, Temukan Limbah Berbahaya dan Pelanggaran Amdal
Wakil Gubernur Jatim Hadiri Paripurna Sertijab Bupati dan Wakil Bupati Sampang 2025-2030

SCROLL TO RESUME CONTENT
Lebih lanjut Adrianus Meliala menggambarkan, kesalahan aparat kepolisian adalah menjalin komunikasi fisik, dan nampak berteman akrab dengan gerombolan perusuh.
Pemandangan saling jabat tangan dan berangkulan, antara perusuh dan aparat polisi, terjadi di luar hotel usai gerombolan begundal mengobrak-abrik tatanan Diskusi Kebangsaan di Ball Room Grand Kemang itu.
Kata Adrianus, jika dengan begitu (sikap akrab polisi dan perusuh) media massa lalu menaruh curiga, bahwa aparat (telah merangkap) menjadi preman, hal itu menjadi urusan media massa.
Baca Juga:
Abdus Sodik, Optimis Aba Idi & Ra Mahfudz Sukses Bawa Visi Sampang Hebat Bermartabat Plus
Prof. Dr. Muhadjir Effendy M.AP. Dikukuhkan sebagai Guru Besar di Universitas Negeri Malang
Menurutnya, polisi yang bertugas di lokasi anarkisme cuma itu-itu juga. Terlebih komandan kepolisian pasti mengenal pelaku, sebaliknya pelaku kenal si komandan. Keakraban itu, nilai Adrianus, dimungkinkan karena kedua pihak sering bertemu di lapangan.
“Komandan kepolisian pasti mengenal pelaku. Sebaliknya pelaku juga pasti mengenal si komandan. Jika dengan begitu media massa curiga bahwa aparat menjadi preman, ya silakan,” sebut Adrianus Meliala.
Adrianus Meliala mengaku tidak tahu saat disinggung, apakah pemilik hotel sebagai oposan, sehingga pengunjuk rasa di depan hotel berorasi mengelu-elukan Jokowi (Presiden).
Sebaliknya jika orasi itu ditujukan kepada pihak yang berdiskusi – membahas isu-isu kebangsaan -, bagaimana bisa mengerti adanya kegiatan itu, Adrianus Meliala menduga para pengunjuk rasa sudah memantau sebelumnya.
Baca Juga:
Diusulkan Pertama Kali oleh PWI Jatim, Margono Djojohadikusumo Layak Dapat Gelar Pahlawan Nasional
Momen Pecah Tawa Prabowo Subianto dan Anwar Ibrahim, Gara-gara Soal Pajangan Mobil F1
“Saya tidak tahu, apakah pemilik hotel oposan. Soal ngertinya kalau di dalam ruang hotel ada diskusi, kemungkinan mereka sudah memantau sebelumnya,” duga Adrianus Meliala.
Adrianus Meliala berpendapat, para pelaku demonstrasi, khususnya yang bayaran, para pelakunya tidak lepas dari yang itu-itu juga. Komunitasnya kecil. Pun aparat kepolisian yang bertugas mengamankan, tak jauh beda, juga petugas yang selalu sama.
Terkait tindak kriminalitas yang dilakukan perusuh, Adrianus Meliala menilai bahwa tindak pidana yang dilakukan para pelaku sudah tercetus di ruangan diskusi.
“Alat bukti sudah ada. Berupa video, kesaksian, perusakan dan bukti lainnya. Tinggal penegakan hukum bisa segera dilakukan,” jelas Adrianus Meliala. (AS)
Portal berita ini menerima konten video dengan durasi maksimal 30 detik (ukuran dan format video untuk plaftform Youtube atau Dailymotion) dengan teks narasi maksimal 15 paragraf. Kirim lewat WA Center: 085315557788.